A.
PENGERTIAN
KURIKULUM
Kurikulum
dikenal sebagai suatu istilah dalam dunia pendidikan ± 1 abad yang lampau. Pada
tahun 1812 kata kurikulum belum terdapat dalam kamus Webster dan baru timbul
pertama kalinya dalam kamus tahun 1856. Kurikulum pada waktu itu berarti “a race course (latihan balap), a place for running (suatu tempat untuk
berlari/menjalankan) dan a chariot
(kereta pacu zaman dahulu)” pada waktu itu kurikulum semula dipakai dalam
bidang olah raga saja yang kemudian digunakan pula pada bidang pendidikan.
Webster
tahun 1955, kurikulum di artikan “a
course esp a specipied fixed coirse of study, as in school or college, as one leading
to a degree” yakni Sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di
perguruan tinggi, yang harus di tempuh untuk mencapai suatu ijazah atau
tingkatan. Kurikulum juga diartikan “the
whole body of courses offered in a educational institutional or department them”
yakni keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan. Di
sini barulah kurikulum khusus digunakan dalam pendidikan dan pengajaran di
sekolah.
Di
Indonesia sendiri boleh dikatakan popular baru pada tahun lima puluhan, yang
dipopulerkan oleh mereka (siswa) yang mendapatkan pendidikan di Amerika
Serikat. Sebelumnya yang lazim digunakan ialah istilah “rencana pembelajaran”
walaupun hakikatnya sama dengan istilah kurikulum. Seiring dengan perkembangan
kurikulum itu sendiri maka kurikulum bukan lagi sekedar menjadi mata pelajaran
akan tetapi telah menjadi liputan yang lebih luas, seperti meliputi hal-hal
yang tidak di rencanakan di dalamnya yang meliputi setiap perubahan dan
perkembangan anak didik itu sendiri. Perkembangan dari kurikulum ini disebabkan
oleh sebab manusia tak kunjung puas dengan hasil pencapaian pendidikan di
sekolah dan selalu ingin memperbaikinya.
Kurikulum
diartikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Suatu program
pendidikan yang termasuk kurikulum dan kegiatan kokurikulum yang merangkumi
semua pengetahuan, kemahiran, norma, nilai, unsur kebudayaan dan kepercayaan
untuk membantu perkembangan seseorang murid dengan sepenuhnya dari segi
jasmani, rohani, mental dan emosi serta untuk menanam dan mempertingkatkan
nilai moral yang diingini dan untuk menyampaikan pengetahuan”
B.
DEFINISI
KURIKULUM MENURUT BEBERAPA AHLI
1.
J
Galen Sailor dan William M. Alexander
Dalam
buku yang berjudul curriculum planning
for better teaching and learning tahun 1956, kurikulum mempunyai arti : “The Curriculum is the Sum Total of School’s
Effort to Influence Learning Whether in the Classroom, on the Playground, or
Out of School” yakni segala usaha untuk mempengaruhi anak belajar, apakah
dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah (ekstra-kurikuler)
termasuk kurikulum.
2.
B.
Othanel Smith, W.O. Stanley dan J. Harian Shores
Kurikulum
mempunyai arti “a sequence of potential
experiences se up in the school for the purpose of disciplining children and
youth in group ways of thinking and acting”, yakni : sejumlah pengalaman
yang secara potensial dapat diberikan pada anak dan pemuda, agar mereka dapat
berfikir dan berbuat sesuai dengan masyarakat.
3.
Harold
B. Albertycs
Bukunya
yang berjudul Reorganizing the
Hight-School Curriculum tahun 1965, kurikulum mempunya arti “all of the activities that are provided for
students by the school” yakni : seluruh aktifitas yang dapat mempengaruhi
dan menambah pengalaman siswa di lingkungan sekolah.
4.
William
B. Ragan
Bukunya
berjudul Modern Elementary Curriculum
tahun 1966, kurikulum mempunya arti “the
tendency in recent decades has ben to use the term in a broader sense to refer
to the whole life and program of the school. The term is used ….. to in clued
all the experiences of children for which the school accepts responsibility”
yakni : meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah yaitu segala
pengalaman anak dibawah tanggung jawab sekolah, termasuk hubungan social antara
guru dan murid.
Masih banyak lagi
penafsiran kurikulum menurut para ahli dibidangnya yang pasti kurikulum bisa
dikatakan produk, yakni sebagai hasil karya para pengembang kurikulum yang
dituangkan dalam bentuk buku atau pedoman kurikulum. Kurikulum juga bisa
ditafsirkan sebagai program , sebagai alat yang dapat dilakukan sekolah untuk
mencapai tujuan belajar, berupa kegiatan-kegiatan yang dapat menumbuh kembangkan
potensi siswa. Kurikulum juga bisa di tafsirkan sebagai pengalaman siswa, yakni
aktualisasi siswa dalam belajar berdasarkan pengalaman yang mereka dapat dari
keseharian baik di lingkungan sekolah maupun luar sekolah.
C.
ASAS-ASAS
KURIKULUM
Mengembangkan
kurikulum bukan hal yang mudah karena kurikulum itu sendiri harus meliputi
beberapa aspek yang harus ada di dalamnya. Adapun asas-asas yang harus
diperhatikan dalam berkembangnya kurikulum adalah :
1.
Asas
Filosofis
Sekolah
bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia yang “baik” hakikatnya kebaikan
itu harus sesuai dan di tentukan oleh nilai dan cita-cita filsafat baik
filsafat yang dianut berdasarkan keyakinan (agama) maupun filsafat yang
terdapat dalam kenegaraan.
2.
Asas
Psikologis
Kurikulum
dalam asas ini dipandang sebagai “child
centered curriculum” yakni seorang anak merupakan tempat mempelajari
kebutuhan anak, dimana anak dapat menumbuh kembangkan bakatnya sesuai bakat dan
kemampuan nalurinya (insting). Pendidikan di sekolah diberikan dengan kepercayaan
dan keyakinan bahwa anak-anak dapat dididik dan dapat dipengaruhi kelakuannya.
3.
Asas
Sosiologis
Anak
tidak hidup sendiri terisoslasi dari dunia lainnya kita harus sadar bahwa
mereka hidup dilingkungkungan masyarakat sama halnya dengan kita dengan kata
lain bahwa mereka juga memerlukan penanganan yang sama dengan kita dari segi
sosiolognya. Mereka juga mendapatkan tanggung jawab yang sama baik sebagai anak
maupun sebagai orang dewasa kelaknya kepada dirinya dan lingkungan sekitarnya.
Kita tahu bahwa ditiap masyarakat terdapat norma dan adat kebiasaan yang harus
di ketahui oleh anak didik agar setelah dewasa mereka dapat merespon keadaan
(insting) dengan benar.
4.
Asas
Organisatoris
Asas ini menekankan pada kita bahwa
kurikulum yang baik harus memikirkan seberapa besar pengaruh keberhasilan
kurikulum kepada anak didik. Hal ini dapat dimonitoring apabila kurikulum itu
sendiri telah terorganising secara baik. Dengan kata lain kurikulum dapat di
sajikan secara terpisah-pisah (pembagian mata pelajaran) atau diusahakan adanya
hubungan antara pelajaran yang diberikan dengan kehidupan nyata anak didik.
D.
KOMPONEN-KOMPONEN
KURIKULUM
Ralph
W. Tayler “basic principles of curriculum
an instruction” 1949 menyatakan bahwa kurikulum harus memenuhi komponen
sebagai berikut :
1. Tujuan
2. Bahan
Pelajaran
3. Proses
Belajar Mengajar
4. Evaluasi
/ Penilaian
E.
PENTINGNYA
KURIKULUM DALAM PENDIDIKAN
1.
Pendidikan
dan Kehidupan Masyarakat Sekarang
Pada
zaman dahulu, waktu manusia masih hidup dalam kelompok-kelompok kecil,
terpencil dan sederhana, pendidikan hanyalah didasarkan pada insting lahiriah
saja. Anak-anak tidak perlu bersekolah mereka hanya cukup belajar dari
keluarganya ataupun lingkungannya saja tanpa perlu didampingi seorang guru dan
tanpa perlu juga adanya kurikulum dalam tahapan-tahapan belajarnya, apapun yang
dia lihat maka itulah yang harus dipelajarinya baik hal yang disengaja maupun
tidak disengaja.
Perubahan
dalam masyarakat akhir-akhir ini sangat cepatnya, sehingga tidak jarang kita
mendengar bahwa sekolah tidak mampu lagi menampung jumlah siswa yang akan
belajar, ini disebabkan berkembangnya pola fikir yang dimiliki masyarakat terhadap
pentingnya belajar disekolah. Ironinya sekolah-sekolah yang seharusnya peka
terhadap perkembangan masyarakat malah tertinggal jauh oleh keinginan dan hasil
yang diharapkan oleh masyarakat, sehingga berdampak kepada pola fikir yang
kembali skeptis terhadap sekolah itu sendiri.
Pola
fikir masyarakat yang berubah dengan cepat tidak terlepas dari peranan ilmu
pengetahuan yang diterapkan dalam teknologi, yang sering kita tidak ramalkan
akibatnya. Perubahan-perubahan yang hebat dan cepat tersebut memberikan tugas
yang lebih luas dan dan lebih berat kepada sekolah. Sekolah yang tradisional
(kontemporer) pasti tidak akan memberikan pendidikan yang relevan. Norman
Cousins mengatakan “seseorang tidak akan berkembang apabila dia tidak mengikuti
perubahan social, politik dan ekonomi”.
Kemajuan
teknologi dalam bentuk audio visual belakangan ini tidak serta merta akan
membawa kepada kebaikan belaka, juga amat sangat berdampak terhadap mental dan
jiwa siswa sehingga amat sangat diperlukan pengkajaian dan pembaharuan kurikulum
pendidikan sebagai condition buck uping terhadap teknologi yang ada sekarang
ini.
Banyak
tanggapan terhadap permasalahan ini, menjadi titik permasalahannya adalah
apakah fungsi dari sekolah itu sendiri terhadap masyarakat sebelum kita
menanayakan atau membahas fungsi dari kurikulum terhadap sekolah. Pada satu
pihak sekolah diartikan sebagai lembaga yang harus mengawetkan kebudayaan yang
diwariskan oleh nenek moyangnya dengan mentransferkan kembali pada setiap
generasi muda. Kalau saja definisi sekolah itu sendiri telah didapat (fungsi
bagi masyarakat) maka fungsi dari kurikulum itupun akan mudah untuk
disimpulkan. Seperti pada kasus adanya budaya,dalam masyarakat. Apakah setiap
budaya yang ada dalam masyarakat itu harus dimasukan dalam kurikulum sebagai
pernyataan bahwa sekolah memang jembatan pengenalan dan pembelajaran budaya.
Apakah budaya yang akan kita masukan kedalam kurikulum itu mempunyai indikasi
yang baik dan bersifat aktualisasi.
Di
lain pihak ada anggapan bahwa fungsi sekolah adalah memajukan masyarakat dan
bertindak sebagai “agent of change” banyak yang diharapkan dari sekolah, ada
yang beranggapan bahwa dengan anaknya menjalani sekolah maka bisa menghilangkan
kemiskinan, kemelaratan dan banyak lagi yang bersifat dan menjadi penyakit masyarakat.
Jhon Dewey memandang sekolah dan pendidikan merupakan alat yang paling efektif
dalam merekonstruksi dan memperbaiki masyarakat melalui pendidikan individu.
Menurut G. S. Counts ia lebih jauh lagi memahmai sekolah dan pendidikan
menurutnya pendidikan tidak sekedar menuntun kepada perubahan individu
melainkan perubahan yang membawa dampak bagi tatanan social budayanya .
Kurikulum
sekolah selalu ditentukan oleh keberadaan dan kebudayaan masyarakat tempat
sekolah itu berada. Menurut Jhon Dewey adalah pengembangan individu “child centred” adalah hal yagn utama
dari kurikulum sekolah, hal ini sesuia dengan peraturan pendidikan Negara kita
yakni agar setiap anak dapat dikembangkan sesuai dengan bakat masing-masing
tetapi dilain pihak hal ini terkadang berbenturan dengan keadaan dan keinginan
masyarakat itu sendiri. Mengembangkan masyarakat akan tercipta apabila
pengembangan individu dapat dilaksanakan dan pengembangan kurikulum akan
terwujud dari pengembangan individu masyarakat.
2.
Fungsi
Kurikulum
a) Bahan
pelajaran dapat disajikan secara logis dan sistematis.
b) Kurikulum
sebagai organisator mudah direncanakan dan dilaksanakan.
c) Kurikulum
akan memudahkan penilaian / evaluasi kepada anak didik.
d) Kurikulum
bersifat fleksibel.
e) Memudahkan
kepada pendidik.
F.
KESIMPULAN
Kurikulum
merupakan kegaiatan yang disajikan di sekolah berupa instrumen, rangkaian unit
materi belajar yang telah disusun, dan seperangkat rencana yang berisi
pengalaman belajar bagi pelajar atau anak didik, agar dapat merealisasikan
bakatnya dan dapat mengembangkan taraf hidup dalam masyarakat berdasarkan
kemampuan yang dimiliki sebelumnya. Oleh karena itu kurikulum harus di
organisasikan dengan baik agar sasaran dan tujuan pendidikan ditetapkan dapat
tercapai .
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta: Bumi. Aksara.
Nasution, S. 2001. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara.
Soehendro, Bambang. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek.
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar